Majapahit Yang Berdiri Secara Kebetulan

Tidak ada yang tidak kenal kerajaan satu ini. Dalam Kakawin Negara Kertagama, Majapahit memiliki beragam nama, yakni: Wilwatikta, Majapati, Yawapuri, Yawadhara, dan Phalatikta. Majapahit juga pernah disebut sebagai Daha dan Trowulan, ketika sedang beribukota disana. Kadang sebuah kerajaan memang dipanggil dengan nama ibu kotanya. Mereka yang mengerti sistem kerajaan dan bedanya antara raja dan maharaja pasti bisa memahami ini.

Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya pada 1293 M dan berakhir setelah meninggalnya Girindrawardhana pada tahun 1527 M. Selama 234 tahun Majapahit berdiri, kerajaan ini pernah menjadi kerajaan paling berpengaruh di seluruh Nusantara pada masanya. Walau begitu, puncak kejayaan sekaligus wilayah terluas yang berhasil Majapahit raih berada saat Majapahit dibawah kekuasaan Hayam Wuruk 1350 – 1389 M, atau selama 39 tahun (atas jasa Gajah Mada yang telah bekerja sejak era Tribuana Tunggadewi). Ketika Hayam Wuruk meninggal dan Majapahit dipimpin oleh Wikramawardhana, Majapahit terjun bebas ke kancah perang saudara atau dikenal dengan sebutan Perang Paregreg; antara Wikramawardhana versus Bhre Wirabhumi, yang membelah kembali Majapahit menjadi Barat dan Timur seperti masa Raden Wijaya. Saat itu, seluruh wilayah taklukan Majapahit di berbagai pulau, kembali melepaskan diri.

Saya akan memaparkan lebih detail, ketika masuk ke masa rajanya masing-masing.

Raden Wijaya

Sebelum Majapahit berdiri, Raden Wijaya yang kelak mendirikan Majapahit secara ‘tanpa sengaja’, masih menjabat sebagai panglima dalam negeri Singhasari, sekaligus menantu Maharaja Kertanegara. Sosok Raden Wijaya sungguh mulia, beliau adalah seorang panglima yang patuh dan setia kepada Sang Raja, dan kelak juga akan menunjukkan sikap perwiranya dalam menepati janji dan tidak mabuk kekuasaan.

Adapun silsilah Raden Wijaya menurut Negara Kertagama, beliau masih keturunan Wangsa Rajasa putra dari Dyah Lembu Tal. Sementara menurut Rajya-Rajya i Bhumi Nusantara, beliau juga masih keturunan Wangsa Rajasa dari Dyah Lembu Tal juga. Hanya saja Dyah Lembu Tal disini dianggap sebagai wanita dan suaminya adalah Rakeyan Jayadharma seorang putra mahkota Sunda dari Prabu Guru Darmasiksa. Adapun Dyah Lembu Tal adalah anak dari Narasinghamurti dari Wonga Teleng dari Ken Arok. Ada juga versi Babad Tanah Jawi dan Serat Pararaton. Apapun versinya, keduanya menunjukkan bahwa Raden Wijaya berdarah biru.

Pemberontakan Jayakatwang

Ketika Adipati Jayakatwang dari Glangglang menyergap istana Singhasari secara mendadak, Raden Wijaya memimpin pasukan dan bertempur mati-matian. Sayangnya, Raden Wijaya kalah. Bersama keempat putri Maharaja Kertanegara, ia melarikan diri ke Sumenep dan berlindung di bawah Arya Wiraraja, seorang Demung yang diturunkan pangkatnya oleh Kertanegara menjadi Adipati dan dimutasikan ke Sumenep.

Namun atas saran dari Arya Wiraraja juga, akhirnya Raden Wijaya  yang sempat buron, akhirnya menyerahkan diri kepada Jayakatwang. Karena putranya Jayakatwang yang bernama Ardharaja memohonkan ampunan bagi Raden Wijaya, maka Raden Wijaya pun dimaafkan dan diperbolehkan bertugas kembali sebagai abdi Raja yang baru. Dan sebagai bekal pedukuhan, Jayakatwang pun memberikan Hutan Tarik (di Trowulan) untuk dikelola oleh Raden Wijaya. Di hutan inilah, kelak sebuah kerajaan besar berdiri dan berpusat.

Dendam Pasukan Tartar

Pada tahun 1293 M, pasukan Tartar yang berjumlah 10.000 orang tiba di bawah pimpinan, Shih-pi, Ike-mese, dan Kau-hsing. Mereka hendak membalas dendam karena Kertanegara pernah melukai utusan Mongol sebelumnya, Meng-chi. Sekaligus untuk meruntuhkan Singhasari. Tapi apa boleh dikata, Singhasari memang sudah runtuh.

Raden Wijaya yang masih setia kepada Maharaja Kertanegara sekaligus mertuanya itu, segera memanfaatkan pasukan Tartar untuk menyerang Jayakatwang secara tiba-tiba. Tanpa bisa berkutik, Jayakatwang pun takluk dan menjadi tawanan. Kelak Jayakatwang akan dibunuh di atas kapal pasukan Tartar.

Detail pertempuran dan siasat yang digunakan oleh Raden Wijaya ditulis dengan sangat gamblang dalam Serat Pararaton. Sayangnya terlalu panjang kalau saya tuliskan ulang disini. Beberapa poin penting yang dapat disebutkan adalah, orang yang paling cerdik bersiasat justru bukan Raden Wijaya, melainkan Arya Wiraraja. Dialah otak yang sebenarnya dari siasat penaklukan Jayakatwang dan Pasukan Tartar.

Siasat Arya Wiraraja adalah menjanjikan putri-putri kerajaan Daha (Jayakatwang) untuk dinikmati oleh Pasukan Tartar jika mereka mampu menaklukkan Daha. Setelah Jayakatwang takluk, Arya Wiraraja menunda pengiriman putri-putri kerajaan hingga esok hari. Keesokan harinya, pesta besar diadakan bagi para perwira pasukan Tartar. Tapi di pesta itu, ketika mereka lengah mereka justru dibunuh dan dihabisi. Pasukan Tartar yang kehilangan perwiranya pun tetap mampu bertempur, tapi secara teratur mundur kembali ke kapal dan pulang ke negerinya.

Berdirinya Majapahit ‘Secara Kebetulan’

Meninggalnya Jayakatwang dan kaburnya pasukan Tartar telah membuat kekosongan kekuasaan di Jawa. Raden Wijaya yang semula tak pernah berniat untuk menjadi seorang Raja, mau tak mau harus melanjutkan kekuasaan Singhasari. Terlebih Arya Wiraraja yang sangat berjasa, setia, dan rendah hati, mendukung hal itu. Begitu pula para abdi Kertanegara dan Jayakatwang sebelumnya.

Berdirilah babak baru Kerajaan Singhasari yang berganti nama menjadi Wilwatikta atau Majapahit. Berganti pula pusat pemerintahannya ke Trowulan. Raden Wijaya menjabat sebagai Maharaja Majapahit pertama dengan gelar Abhiseka Prabu Kertarajasa Jayawardhana atau Nararya Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana. Beliau kemudian mengangkat Pu Nambi sebagai Mahapatih, Lembu Sora sebagai Patih Daha, Arya Wiraraja dan Rangga Lawe sebagai penasihat sekaligus Adipati Tuban. Semua orang yang pernah berjasa mendapatkan balasan dan penghargaannya dari Raden Wijaya. Tak ada yang dikecewakan oleh Sang Amilala.

Kecuali satu. Rangga Lawe kecewa karena merasa Lembu Sora lebih layak sebagai Mahapatih, dibanding Pu Nambi. Rangga Lawe adalah anak dari Arya Wiraraja. Ia tidak mementingkan dirinya, melainkan hak Lembu Sora. Sungguh sangat disayangkan, hal semacam ini justru meruncing ke peperangan.

Pemberontakan Pertama, Yang Paling Menyakitkan: Rangga Lawe

Tahun 1295 M. Dua tahun setelah Majapahit berdiri. Pemberontakan pertama menerpa negeri itu. Dibanding pemberontakan-pemberontakan lainnya yang kelak akan menerpa Majapahit, pemberontakan inilah yang terasa paling menyakitkan. Karena di pemberontakan ini, Raden Wijaya harus menyaksikan sendiri orang-orang yang setia dan berjasa kepadanya saling tikam dan bunuh, padahal bukan untuk kepentingan masing-masing. Bahkan Lembu Sora pun tetap berada di pihak Raden Wijaya ketika pemberontakan Rangga Lawe meletus.

Arya Wiraraja sudah berusaha memadamkan niat memberontak Rangga Lawe, tapi sia-sia dan Arya Wiraraja tidak mau terlibat. Rangga Lawe bersikukuh memberontak karena mendukung Lembu Sora sebagai Mahapatih, bukan Pu Nambi. Singka cerita, terjadilah pertempuran di Sungai Tambak Beras. Dan pertempuran itu terjadi beberapa hari.

Pertempuran pertama, pasukan Tuban yang dipimpin oleh Rangga Lawe berhasil mengalahkan Bhayangkara di Sungai Tambak Beras. Membuat Pu Nambi harus mundur menyelamatkan diri ke selatan. Ini cukup menarik. Sebab di perang pertama Majapahit, Bhayangkara justru mencatat rekor kekalahan.

Pertempuran kedua, masih di sungai Tambak Beras. Raden Wijaya lah yang turun langsung ke pertempuran bersama Lembu Sora, orang yang didukung oleh Rangga Lawe. Lembu Sora memimpin pertempuran dan menugaskan tiga panglimanya untuk mengepung Rangga Lawe. Mahisa Nabrang dari timur, Gagak Sarkara dari Barat, dan Mayang Mekar dari utara. Di pertempuran itu Mahisa Nabrang berhasil membunuh Rangga Lawe dengan cara menenggelamkannya. Sayangnya membunuh Rangga Lawe dianggap berlebihan oleh Lembu Sora yang menginginkan Rangga Lawe ditangkap hidup-hidup. Akhirnya Mahisa Nabrang justru tewas ditikam oleh Lembu Sora, atasannya sendiri.

Hati Arya Wiraraja pun pedih melihat anaknya sendiri mati sebagai pemberontak. Arya Wiraraja pun datang menghadap ke Raden Wijaya dan menagih janji Raden Wijaya untuk menyerahkan Majapahit Timur kepadanya karena telah membantu Raden Wijaya selama ini. Raden Wijaya tak mau ingkar janji. Dengan lapang dada Raden Wijaya menyerahkan Majapahit Timur kepada Arya Wiraraja, dan Arya Wiraraja pun mundur dari jabatan penasihat kerajaan. Majapahit pun terpecah, Arya Wiraraja pergi dan memimpin negeri merdeka di sebelah timur.

Lembu Sora yang Malang

Lembu Sora, seorang panglima yang menyusun strategi perang hingga memenangkan pertempuran melawan Rangga Lawe, keponakan yang mendukung dirinya sebagai Mahapatih. Memang rumit dan memakan perasaan. Tapi itulah yang terjadi.

Mahisa Nabrang, anak buah Lembu Sora, membunuh Rangga Lawe dengan cara menenggelamkannya. Rupanya hal itu menyulut emosi Lembu Sora yang menginginkan Rangga Lawe tetap hidup. Seketika itu juga Mahisa Nabrang ditikam oleh Lembu Sora. Kelak penikaman ini membuat Raden Wijaya harus mengambil langkah tegas menghukum Lembu Sora.

Lembu Sora, seorang abdi setia yang telah mengikuti Raden Wijaya dari awal karirnya sebagai bawahan Raden Wijaya di Singhasari, ikut mengungsi ke Sumenep, perang melawan Jayakatwang, dan melawan pasukan Tartar; meminta dihukum mati atas kesalahannya itu. Sayangnya, Raden Wijaya tak tega menghukum orang setia seperti diri Lembu Sora. Hukuman yang dijatuhkan Raden Wijaya akhirnya adalah diasingkan ke Tulembang.

Mendapat hukuman buang, Lembu Sora justru tidak terima. Bersama dua anak buahnya, Gajah Biru dan Juru Demung, mereka bertiga pergi ke istana untuk menolak hukuman tersebut. Tapi di istana, sebelum menghadap Raden Wijaya, tiba-tiba sekelompok pasukan Bhayangkara menghadang dan mengeroyok mereka hingga tewas. Kisah Lembu Sora diuraikan pada Serat Pararaton dan secara detail juga diceritakan dalam Kidung Sorandaka. Lembu Sora yang terhormat, meninggal pada tahun 1300 M.

Segala kisah mengenaskan itu tak lepas dari sosok yang disebut sebagai Mahapati. Sekalipun bukan nama asli, tapi sosok itulah yang kerap mengadu domba dan menghasut hingga terjadi fitnah dan kesalahpahaman.

Meninggalnya Raden Wijaya

Menurut Serat Pararaton, Raden Wijaya meninggal di Antapura pada tahun 1257 saka setelah menderita penyakit bisul. Sementara menurut Negara Kertagama Raden Wijaya meninggal di Antapura pada tahun 1231 Saka. Adapun tahun Masehi nya disepakati pada tahun 1309 M karena tahun itulah Maharaja Jayanegara melanjutkan tahta ayahnya.

Peninggalan Raden Wijaya dalam bentuk Prasasti adalah Prasasti Balawi dan Prasasti Kudadu. Selain kedua prasasti, peninggalan Raden Wijaya yang terbesar adalah Majapahit. Sebuah negara yang saat itu belum jelas akan seperti apa nasibnya. Bahkan baru saja dibelah dua. Tak akan ada orang yang menyangka bahwa negara ini kelak akan lebih besar dari Singhasari dan Sriwijaya. Negara yang kelak mewarnai dirinya dengan penaklukkan dan ditentukan nasibnya lewat pemberontakan. Apapun itu, kisah tentang Majapahit selalu penuh drama dan menarik untuk dipelajari.

Saya akan secara runut mengirimkan sudut-sudut pandang menarik mengenai Majapahit ke depannya, insya Allah.

Daftar Pustaka

  • Serat Pararaton
  • Kakawin Negara Kertagama
  • Kidung Sorandaka
  • Kakawin Sutasoma, Dinas Pendidikan Bali 1993
  • Negara Kertagama dan Tafsir Sejarahnya, Slamet Muljana 1979
  • Sejarah Raja-Raja Majapahit, Sri Wintala Achmad
  • Sejarah Panjang di Bumi Jawa, Adji Bayu Kresna & Sri Wintala Achmad
  • Sejarah Kejayaan Singhasari dan Kitab Para Datu, Adji Bayu Kresna & Sri Wintala Achmad
  • Menguak Majapahit Berdasarkan Fakta Sejarah, Adji Bayu Kresna

Posted on Juni 4, 2021, in Sejarah and tagged , , , , , , , , , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar

inspirasi untuk toleran

Sebar toleransi, semai perdamaian

Sastra Komputer

bait-bait puisi para programmer...

AHAO's Blog

Hal Kecil dan Terabaikan Bisa Dibikin Jadi Penting :-)

SunSky

Jalan-Jalan Langit

Blog Pendidik

Sejak 2005

Ukh dias's Blog

Allah itu dekat, sangat dekat jika kita semakin mendekat.

lagilagi81.wordpress.com/

KEBAHAGIAAN HIDUP BUKAN SEKEDAR DARI AGAMA

Fiazku

Kecerdasan Manusia Bodoh

tagiyeh

seni dari islam untuk melembutkan hati orang-orang kafir

ReNDezVoUs

the secret of friendship is concern, the secret of love is sacrifice, and the secret of life is God

Suwekaprabha Yoga

Untuk Memahami Dunia dan Kehidupan

Perpustakaan Online Satria

Terus, menuju kesempurnaan...

Ngelab?

pusing?

Semua Orang Tahu

Just another tahu website

Singa Darat

Live your life with passion and you will find your love of a lifetime

My Humz… My share place

Tiada hari tanpa bersyukur

Sastra Satria

Mari Mengias Dunia dengan Sastra dan Satria

kampungmanisku

menjelajah dunia seni tanpa meninggalkan sains

Road to the Heaven

All our philosophy is dry as dust if it is not immediately translated into some act of living service.(Mahatma Mohandas Gandhi)